Ribuan Warga Saksikan Kirab Agung
Senin 18-09-2017,02:00 WIB
CIREBON – Indonesia memiliki keragaman di berbagai hal, suku, ras, budaya, tradisi, bahasa, dan lainnya. Keberagaman itu ada sejak zaman dahulu, ketika kerajaan maupun kasultanan berkuasa. Kini, kerajaan dan kasultanan masih ada, begitu juga keberagaman. Maka sudah seharusnya dijaga bersama.
|
Kirab agung festival keraton nusantara meriah. Foto: Fajri/Rakyat Cirebon |
Pernyataan tersebut disampaikan Gubernur Jawa Barat, H Ahmad Heryawan Lc, saat memberikan sambutan pada pembukaan Festival Keraton Nusantara (FKN) ke-XI sekaligus pelepasan kirab agung prajurit keraton yang hadir dalam FKN, Sabtu (16/9), di Alun-alun Kasepuhan Cirebon.
Menurutnya, kerajaan maupun kasultanan yang ada di bumi nusantara merupakan embrio berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Para raja maupun sultan merupakan komponen penting bangsa dalam memperjuangkan kemerdekaan.
“Maka dari itu, kekuatan ini harus kita jaga bersama. Ini kekuatan bangsa Indonesia,” ungkap politisi PKS yang familiar disapa Aher itu.
Ia mengatakan, Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam melimpah. Salah satu buktinya, Indonesia memiliki belasan ribu pulau.
Bersamaan dengan itu, hadirlah keberagaman suku, agama, ras, budaya sampai tradisi. “Dari keberagaman ini, mari kita tingkatkan rasa saling mengasihi dan mencintai dalam berbangsa,” ujarnya.
Menurut Aher, di dalam even FKN terdapat nilai-nilai luhur untuk mengokohkan persatuan dan kesatuan bangsa. Hadirnya para raja, sultan, ratu dan pemangku adat di setiap keraton maupun kerajaan, menjadi simbol kebhinekaan yang terjaga kuat.
“Bahwa keberagaman dan kebhinekaan itu adalah fitrah dan NKRI harus tetap terjaga,” katanya. Senada disampaikan Walikota Cirebon, Drs Nasrudin Azis SH. Ia mengaku, menjadi tuan rumah FKN XI merupakan kebanggan bagi seluruh masyarakat Kota Cirebon. Even berskala internasional itu diharapkan mampu menjadi momentum untuk merekatkan silaturahmi antar anak bangsa.
“Kami masyarakat Kota Cirebon merasa bangga atas kepercayaan yang diberikan untuk menjadi tuan rumah FKN. Selain sebagai ajang untuk memperkuat persaudaraan dan silaturahmi, FKN ini juga diharapkan menjadi ajang promosi Kota Cirebon di mata dunia, sehingga banyak wisatawan yang berkunjung setelah ini,” katanya.
Di tempat yang sama, Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat SE menyampaikan, sedikitnya 47 keraton peserta FKN mengikuti kirab agung tersebut., di samping 113 keraton lainnya sebagai peninjau.
Bahkan kasultanan, kerajaan ataupun pemangku adat lainnya yang berasal dari negara tetangga juga hadir. Semisal Brunei Darussalam, Malaysia dan Filipina.
“Event ini menjadi kesempatan untuk bersama-sama melestarikan adat, budaya dan kesenian. Bersamaan dengan itu, kita juga berharap adanya peningkatan kunjungan wisatawan, sebagaimana ditargetkan pemerintah sebanyak 20 juta wisatawan pada tahun 2019 mendatang,” kata Sultan Arief.
Sementara itu, Permaisuri Sri Sultan Hamengkubuwana X Kasultanan Yogyakarta, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas menilai, FKN menjadi even penting bagi para raja, sultan, ratu, maupun pemangku adat lainnya untuk mempererat silaturahmi. “Kerajaan maupun kasultanan merupakan akar budaya dari Indonesia. Komunikasi dan silaturahmi semacam ini penting dilakukan,” kata GKR Hemas.
Ia bahkan memberikan penilaian khusus untuk Cirebon. Menurutnya, dari tahun ke tahun, Cirebon tampak berkembang dan berkemajuan. Dengan potensi wisata yang besar, GKR Hemas berharap Cirebon menjadi salah satu kota tujuan utama wisata. “Kita doakan Cirebon terus maju dan menjadi kota yang dirindukan wisatawan,” katanya.
FKN XI sendiri dibuka dengan ditandai penabuhan bedug oleh Gubernur Aher, Walikota Azis dan Sultan Arief. Dalam kesempatan itu, dibacakan pula ikrar Pancasila yang diikuti seluruh peserta dan tamu yang hadir.
Kirab sendiri dimulai dari Alun-alun Kasepuhan menuju Alun-alun Kejaksan. Sepanjang jalan yang dilalui kirab, ribuan warga berdesakan untuk menyaksikan iring-iringan prajurit.
Kehadiran para raja, sultan, ratu, maupun pemangku adat se-nusantara dalam FKN ke-XI di Kota Cirebon, mendapatkan respon tinggi dari pemerintah pusat. Sejumlah elit bangsa berdatangan ke Kota Cirebon untuk menghadiri even berskala internasional itu.
Salahsatunya Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkopolhukam), Jenderal TNI (Purn) Wiranto. Ia hadir di Keraton Kasepuhan Cirebon dan berbicara di depan para raja, sultan, ratu dan pemangku adat se-nusantara.
Ia mengatakan, kerajaan di seluruh nusantara, telah memiliki satu sejarah panjang untuk membangun sistem sosio-kemasyarakatan dalam bentuknya kerajaan. Karena waktu itu yang dikenal di dunia adalah sistem monarki atau kerajaan.
Maka hadirlah Kerajaan Majapahit, Padjajaran, Cirebon, sampai di Madura juga ada. “Banyak sekali kerajaan sebagai cikal bakal nusantara kita,” ungkap Wiranto.
Pada eranya, kerajaan di nusantara memiliki kekayaan yang berlimpah. Sumber daya alam yang subur dan makmur. Sampai munculnya ketertarikan beberapa negara di eropa untuk melakukan penjajahan, agar mampu menguasai nusantara.
“Semuanya subur dan makmur, semua yang ditanam, bisa tumbuh. Gambaran nusantara dulu itu mungkin kalau gambaran dalam khazanah islam, negara yang baldatun thayyibatun warabbun ghafur,” ujarnya.
Ketika datang penjajah, lanjut Wiranto, kerajaan maupun kasultanan di zamannya, melakukan perlawanan untuk mempertahankan hak hidup. Perlawanan yang panjang dan butuh waktu lama, salahsatunya dikarenakan, pergerakan perlawanan belum terkolektif.
“Jadi sebenarnya perjuangan melawan penjajahan, ada sejak dulu. Mengapa tidak berhasil? Karena satu sama lain bergerak sendiri. Akhirnya kita dijajah selama hampir 2,5 abad lamanya oleh satu sistem penjajahan yang tidak kenal kompromi. Sangat kejam,” katanya.
Karena perjuangan yang gigih dan kesadaran untuk melawan secara bersama-sama, akhirnya pada 17 Agustus 1945, Indonesia merdeka dari penjajahan. Dari kerajaan berubah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan presiden sebagai pimpinan tertinggi atas nama rakyat.
“Kerajaan-kerajaan se-nusantara disatukan dalam satu sistem pemerintahan dan sistem politik, yaitu NKRI. Tapi kita tidak boleh meninggalkan asal-usul kita. Maka siapapun presidennya, menterinya, pasti ada hubungan batin yang erat dengan keraton nusantara ini,” tuturnya.
Setelah merdeka sampai saat ini, kata Wiranto, Indonesia terus mengalami kemajuan. Dewasa ini, bangsa Indonesia tengah dihadapkan pada proses persaingan global yang begitu ketat. Sedangkan semua komponen harus ingat, bawa didirikannya NKRI adalah untuk menciptakan tatanan negara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
“Ini tidak mudah, karena kita harus bersaing dengan negara lain. Semakin ke sini, jumlah penduduk di dunia makin berlipat, tapi sumber daya alam semakin menipis. Maka perebutan itu merupakan suatu persaingan yang dahsyat. Saat ini kita sedang masuk dalam persaingan global yang sangat dahsyat,” terangnya.
Menurutnya, untuk dapat memenangkan persaingan, Indonesia harus mampu menjaga stabilitas bangsa. Terbukti, beberapa negara yang tidak bisa menjaga stabilitasnya, akan bertumbangan. Sebut saja Mesir, Irak, Libia, Syiria, bahkan Uni Soviet yang sudah lebih dulu pecah.
“Indonesia jangan sampai pecah. Karena membangun syaratnya apa? Stabil. Kita butuh stabilitas dan persatuan itu di tengah persaingan. Karena adanya persaingan itu, ada negara yang ingin menghancurkan negara lain, walau tidak secara langsung,” katanya.
Di samping itu, Wiranto menyadari, ancaman terhadap keutuhan NKRI masih dirasakan ada. Misalnya, ancaman perusakan generasi bangsa melalui peredaran narkoba, illegal loging, illegal fishing, ancaman terorisme, hingga radikalisme.
“Belum lagi ancaman kejahatan siber. Baru saja kita mengungkap saracen, jasa jual beli untuk menerbitkan ujaran kebencian. Beruntung aparat kita sigap dalam menangani dan mengantisipasi segala bentuk ancaman itu,” katanya.
Atas kondisi bangsa Indonesia dengan berbagai ancamannya itu, Wiranto mengajak kepada semua sultan, raja, ratu dan pemangku adat lainnya untuk bersama-sama membantu pemerintah untuk membumikan Pancasila sebagai ideologi bangsa.
“Para sultan dan raja pastinya memiliki pengaruh di tengah masyarakat. Makanya kita mengajak untuk kembali membumikan Pancasila,” katanya.
Sementara itu, Sultan Palembang Darussalam, Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin menyampaikan, situasi politik di Indonesia harus tetap dijaga stabilitasnya.
“Politik kita jangan sampai menjadi politik yang liberal, karena akan rentan melahirkan konflik,” katanya. (jri)
Sumber: